Gerakan 1 Juta Pohon Matoa: Menanam Harapan dan Menjaga Bumi Lewat Semangat Lintas Agama
beritabumi.web.id JAKARTA — Dalam semangat menjaga kelestarian alam dan memperingati Hari Bumi, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menginisiasi Gerakan Penanaman 1 Juta Pohon Matoa di seluruh wilayah Indonesia. Program ini menjadi simbol komitmen lintas agama dalam menjaga bumi sebagai rumah bersama seluruh umat manusia.
Kegiatan ini juga menjadi bagian dari implementasi Program Ekoteologi, yaitu pendekatan integratif yang menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan tanggung jawab ekologis. Melalui program ini, Kemenag mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari ibadah dan pengamalan nilai keagamaan.
Ekoteologi: Memadukan Iman dan Alam
Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi DKI Jakarta, Adib, menjelaskan bahwa ekoteologi berangkat dari kesadaran bahwa hubungan manusia dengan alam bersifat spiritual. Alam bukan sekadar sumber daya, melainkan bagian dari ciptaan Tuhan yang wajib dijaga.
“Penguatan ekoteologi bukan hanya tentang teori atau ajaran. Ini adalah panggilan moral dan aksi nyata. Lingkungan hidup adalah amanah yang harus kita rawat bersama,” ujar Adib dalam sambutannya.
Menurutnya, setiap agama memiliki landasan teologis yang mengajarkan cinta dan tanggung jawab terhadap alam. Dengan pemahaman tersebut, gerakan ini menjadi ruang untuk memperkuat kolaborasi antarumat beragama dalam menjaga bumi.
Kenapa Pohon Matoa?
Dalam gerakan ini, pohon Matoa dipilih sebagai simbol harapan dan ketahanan alam. Tanaman endemik asal Papua ini dikenal memiliki daya adaptasi tinggi di berbagai kondisi iklim Indonesia. Selain itu, Matoa memiliki nilai ekologis yang besar karena mampu menyerap karbon dan menahan erosi tanah.
Adib menambahkan, “Pohon matoa bukan hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga bagi masyarakat. Buahnya memiliki nilai gizi tinggi dan bisa menjadi sumber ekonomi baru bagi warga di sekitar lokasi penanaman.”
Program ini sekaligus menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan dapat sejalan dengan kesejahteraan sosial. Matoa menjadi simbol sinergi antara keberlanjutan alam dan kemakmuran manusia.
Gerakan Berskala Nasional
Gerakan 1 Juta Pohon Matoa dilakukan serentak di berbagai daerah melalui jaringan kantor Kemenag di seluruh Indonesia. Setiap provinsi memiliki target penanaman yang disesuaikan dengan kapasitas wilayah. Di DKI Jakarta saja, total target mencapai lebih dari seratus ribu pohon yang tersebar di seluruh kota administratif.
Kegiatan ini melibatkan banyak pihak, mulai dari lembaga keagamaan, organisasi masyarakat, komunitas lingkungan, hingga para tokoh lintas agama. Semua bergerak bersama dalam satu visi: bumi yang hijau, lestari, dan penuh kehidupan.
Spirit Lintas Agama dalam Menjaga Bumi
Salah satu aspek paling menarik dari program ini adalah keterlibatan lintas agama. Kemenag menegaskan bahwa pelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab universal yang melampaui batas kepercayaan.
Dalam ajaran Islam, manusia disebut sebagai khalifah fil ardh atau penjaga bumi. Dalam Kristen dan Katolik, manusia dipanggil menjadi penatalayan bumi. Hindu mengajarkan harmoni dengan alam melalui konsep Tri Hita Karana. Buddha menekankan welas asih terhadap semua makhluk hidup, sementara Khonghucu menegaskan keseimbangan antara manusia dan alam sebagai bentuk iman kepada Tian.
“Gerakan lintas iman ini adalah bukti bahwa menjaga bumi bukan milik satu agama, tapi kewajiban semua umat manusia,” tutur Adib.
Kolaborasi Kemenag dan BAZNAS DKI Jakarta
Gerakan ini mendapat dukungan besar dari berbagai lembaga, termasuk BAZNAS Bazis DKI Jakarta. Ketua BAZNAS DKI, Ahmad H. Abu Bakar, menyampaikan apresiasi atas inisiatif Kemenag yang berhasil menggabungkan nilai spiritual dan aksi nyata.
“Menanam pohon bukan hanya kegiatan lingkungan, tapi juga bentuk ibadah sosial. Pohon membawa keberkahan, memberi manfaat untuk manusia dan seluruh ekosistem,” ujarnya.
Menurutnya, kegiatan seperti ini juga bisa menjadi sarana optimalisasi dana zakat, infak, dan sedekah untuk program kemaslahatan umat. Dana yang terkumpul dapat digunakan untuk mendukung kegiatan pelestarian alam, reboisasi, dan penghijauan kota.
“Semakin besar partisipasi masyarakat, semakin besar pula dampaknya bagi bumi. Mari kita jaga lingkungan sambil memperkuat solidaritas sosial,” tambahnya.
Menanam Harapan, Merawat Kehidupan
Gerakan 1 Juta Pohon Matoa tidak hanya tentang menanam, tetapi juga tentang menumbuhkan kesadaran ekologis di tengah masyarakat. Setiap bibit pohon yang ditanam mewakili harapan baru bagi bumi dan generasi mendatang.
Adib menegaskan bahwa keberhasilan program ini bergantung pada komitmen bersama untuk merawat pohon yang telah ditanam. “Kita tidak berhenti pada penanaman saja. Kita rawat, kita jaga, hingga tumbuh besar dan memberi manfaat,” katanya.
Semangat gotong royong menjadi kunci utama. Dengan partisipasi aktif masyarakat, gerakan ini diharapkan mampu menciptakan ruang hijau baru di berbagai wilayah Indonesia dan membantu menekan dampak perubahan iklim.
Penutup
Sinergi antara Kemenag, BAZNAS, dan masyarakat menjadi wujud nyata kolaborasi lintas sektor dalam menjaga bumi. Gerakan ini menyatukan unsur spiritualitas, sosial, dan lingkungan menjadi satu gerakan besar yang memberi dampak luas.
“Menanam pohon adalah menanam harapan,” ujar Adib menutup sambutannya. “Harapan untuk bumi yang lebih hijau, udara yang lebih bersih, dan kehidupan yang lebih seimbang.”
Melalui Gerakan 1 Juta Pohon Matoa, Indonesia tidak hanya memperingati Hari Bumi, tetapi juga mempertegas tekadnya untuk menjadi bagian dari solusi global atas krisis iklim. Sebuah langkah kecil dengan makna besar — menanam kehidupan, menumbuhkan harapan.

Cek Juga Artikel Dari Platform faktagosip.web.id
