Puluhan Seniman Surabaya Pamerkan Karya Bertema “Bumi: Integralitas Tubuh–Rasa” di Galeri Surabaya
beritabumi.web.id Seni selalu menjadi jembatan untuk melihat dunia dengan perspektif baru. Itulah yang ingin ditawarkan oleh pameran bertajuk “Bumi: Integralitas Tubuh–Rasa” yang digelar di Galeri Surabaya. Pameran ini melibatkan puluhan perupa dan komunitas seni yang berkarya dengan eksplorasi konsep hubungan manusia dan tanah — sebuah relasi yang sering terlupakan dalam kehidupan urban yang serba cepat.
Puluhan seniman hadir dengan beragam media. Mereka tidak hanya menyajikan objek visual, tetapi seluruh karya yang dipamerkan berusaha mengajak pengunjung merenungkan kembali hubungan paling dasar antara tubuh manusia dan tanah tempat berpijak.
Konsep: Tubuh dan Bumi Bagian dari Kesatuan
Konseptor pameran, Hari Prajitno, menyampaikan gagasannya dengan lugas. Ia menilai bahwa manusia dan bumi tidak bisa dipisahkan. Keduanya mempunyai keterhubungan material yang sangat nyata: tubuh manusia lahir dari unsur tanah, lalu akan kembali lagi ke tanah ketika kehidupan berakhir.
Pemikiran tersebut menjadi fondasi utama pameran ini. Alih-alih melihat tubuh hanya sebagai kesadaran dan pikiran, pameran ini mengingatkan bahwa tubuh kita pun adalah tanah. Setiap jejak langkah di bumi adalah bentuk dialog yang bersifat alami antara manusia dengan asal-muasal eksistensinya.
Hari juga menyebut bahwa siklus hidup manusia menggambarkan perjalanan materi tanah yang berubah rupa: dari debu menjadi daging, kembali menjadi debu. Narasi ini menjadi landasan filosofis karya yang dipajang, sehingga pengunjung tidak sekadar melihat, tetapi diajak merasakan.
40 Seniman Merespons Gagasan yang Sama
Ada sekitar 40 seniman dan komunitas yang terlibat. Mereka berasal dari latar belakang berbeda: perupa, penulis, pemusik, penyair hingga seniman pertunjukan. Keberagaman ini membuat pameran terasa hidup karena setiap medium menghadirkan cara unik untuk menafsirkan konsep tubuh dan bumi.
Masing-masing seniman diberikan kebebasan mengekspresikan ide mereka, tetapi tetap berada dalam ruang diskusi yang sama: bagaimana tanah menjadi bagian integral dari diri manusia.
Beberapa menampilkan karya abstrak, sebagian lainnya memilih pendekatan dokumenter, sementara lainnya lagi mengeksplorasi ritual dalam keheningan. Semua berpadu menjadi pengalaman seni yang menggetarkan kesadaran.
Ragam Karya yang Menghadirkan Pengalaman Indrawi
Pameran tidak terpaku pada satu bentuk seni saja. Karya-karya di dalamnya terdiri dari:
- Instalasi berbahan tanah, tumbuhan, dan material organik
- Lukisan yang menangkap tekstur bumi sebagai ekspresi visual
- Arsip suara yang menggambarkan pergerakan alam
- Teks dan puisi sebagai renungan filosofis
- Performance art yang menggunakan tubuh secara langsung sebagai medium
Berjalan menyusuri ruang pamer, pengunjung bisa mencium aroma tanah basah, mendengar bunyi alam, melihat warna bumi yang terhampar di kanvas, hingga menyaksikan tubuh manusia yang terhubung langsung dengan materi yang sama darinya ia berasal.
Setiap karya seolah berbicara, menyampaikan pesan bahwa kita bukan hanya menginjak tanah, tetapi juga merupakan bagian dari tanah itu sendiri.
Menghadirkan Diskusi Ekologi dan Identitas
Dalam konteks lingkungan hari ini, gagasan kembali pada tanah juga memiliki makna ekologis yang kuat. Eksploitasi sumber daya alam, pembangunan tak terkendali, dan gaya hidup serba instan sering mendorong manusia menjauh dari kesadarannya terhadap bumi.
Pameran ini menjadi pengingat bahwa bumi bukan sekadar tempat tinggal, tetapi rumah kehidupan yang harus dihormati. Tanah menyimpan sejarah, memelihara tubuh, dan menopang masa depan. Jika koneksi itu terputus, manusia akan kehilangan jati dirinya.
Melalui karya seni, pesan itu disampaikan secara lembut tetapi mengena. Pengunjung diajak mempertanyakan: di mana posisi kita terhadap bumi? Apa yang sudah kita lakukan untuk menjaga tempat kita berasal?
Ruang Seni sebagai Tempat Kontemplasi
Pameran di Galeri Surabaya ini berhasil menciptakan ruang yang intim. Suasana tenang dengan pencahayaan terarah membuat setiap pengunjung dapat fokus menyimak detail tiap karya. Bukan sekadar melihat, tetapi mengajak merenungi kembali perjalanan tubuh dan kesadaran di dunia.
Banyak pengunjung yang berhenti lama pada satu instalasi, merasakan tekstur tanah dan mendengarkan bunyi dari karya audio. Momen hening itulah yang menjadi pengalaman personal para pengunjung, ketika mereka berhadapan dengan gagasan eksistensial yang jarang dipikirkan dalam rutinitas harian.
Kesimpulan: Mengingat Kembali Asal dan Tujuan
“Bumi: Integralitas Tubuh–Rasa” bukan sekadar pameran seni. Ia adalah ajakan pulang — pulang kepada bumi, pulang kepada asal, pulang kepada rasa.
Melalui karya para seniman, pengunjung diingatkan bahwa tubuh manusia hanyalah bagian kecil dari siklus besar alam semesta. Tanah dan manusia bukan dua entitas berjauhan; keduanya saling merangkul dalam perjalanan hidup.
Pameran ini menunjukkan bahwa seni bisa menjadi medium refleksi mendalam mengenai jati diri manusia. Ketika kita lupa bahwa kita berasal dari tanah, seni hadir sebagai pengingat.
Dan suatu hari nanti, seperti pesan yang berulang dari para seniman dalam ruang pamer itu:
kita akan kembali menjadi tanah yang sama.

Cek Juga Artikel Dari Platform olahraga.online
