Potensi Panas Bumi RI Capai 2.160 GW, Infrastruktur PLTU Dinilai Bisa Dialihkan Menjadi PLTP
beritabumi.web.id Indonesia tengah memasuki fase krusial dalam upaya mencapai target net zero emission pada 2060. Pemerintah berencana memperketat pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru, sebuah langkah besar yang menjadi sinyal bahwa arah transisi energi semakin serius. Kebijakan ini akan dituangkan melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang mengatur percepatan pengembangan energi terbarukan. Meskipun ada upaya pembatasan, pemerintah tetap memberikan sejumlah pengecualian untuk proyek PLTU yang sudah terlanjur direncanakan, terintegrasi dengan kawasan industri, atau termasuk kategori proyek strategis nasional.
Transisi energi Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan listrik yang terus meningkat. Namun di saat bersamaan, ketergantungan pada batu bara membawa tantangan besar untuk mencapai komitmen pengurangan emisi. Karena itu, kebijakan pembatasan PLTU menjadi langkah awal sekaligus sinyal bahwa pemerintah mulai mengakselerasi pembangunan energi hijau.
Potensi Panas Bumi Sangat Besar dan Belum Optimal Dimanfaatkan
Di antara berbagai jenis energi terbarukan, panas bumi menjadi salah satu aset terbesar Indonesia. Menurut sejumlah kajian, total potensi panas bumi Indonesia mencapai 2.160 gigawatt (GW). Angka ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Wilayah Indonesia yang berada dalam jalur cincin api (ring of fire) membuat sumber panas bumi sangat melimpah.
Namun, potensi besar tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan energi panas bumi saat ini baru menyentuh sebagian kecil dari total kapasitas yang tersedia. Banyak wilayah yang sebenarnya memiliki cadangan panas bumi besar, tetapi belum tersentuh investasi atau masih menunggu kepastian kebijakan pemerintah. Padahal, energi panas bumi memiliki keunggulan sebagai pembangkit baseload, artinya dapat menyuplai listrik secara stabil sepanjang tahun.
Dengan potensi sebesar ini, sejumlah lembaga termasuk Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian lebih besar pada pengembangan energi panas bumi. Mereka menilai Indonesia bisa mempercepat transisi energi dengan memaksimalkan pengembangan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi).
Infrastruktur PLTU Dipandang Bisa Dialihkan Menjadi PLTP
Salah satu gagasan menarik yang mulai banyak dibahas adalah memanfaatkan infrastruktur PLTU yang nantinya akan dipensiunkan untuk dialihkan menjadi PLTP. Beberapa komponen PLTU seperti jaringan transmisi, lahan, akses transportasi, dan fasilitas penunjang dinilai masih dapat digunakan untuk mendukung pengembangan PLTP. Dengan demikian, proses alih fungsi dapat mengurangi biaya investasi sekaligus mempercepat pembangunan pembangkit energi bersih.
Alih fungsi infrastruktur ini bukan hal baru dalam dunia transisi energi global. Beberapa negara telah memanfaatkan aset pembangkit tua untuk dikonversi menjadi fasilitas energi terbarukan. Langkah tersebut terbukti mampu menghemat biaya, mempercepat waktu pembangunan, dan menjaga keberlanjutan infrastruktur listrik.
IESR menilai bahwa Indonesia bisa menerapkan strategi serupa. Dengan bergesernya fokus ke energi panas bumi, alih fungsi PLTU akan menjadi salah satu cara untuk mempercepat transisi sekaligus mengurangi beban biaya.
Desakan Pemensiunan Dini PLTU Batu Bara
Meskipun pemerintah membatasi pembangunan PLTU baru, banyak pihak menilai bahwa kebijakan tersebut belum cukup. IESR menegaskan bahwa pembatasan harus disertai dengan percepatan pemensiunan dini seluruh PLTU sebelum 2050. Tanpa langkah tersebut, kondisi Indonesia akan sulit mengejar target penurunan emisi secara signifikan.
Penundaan dalam mempensiunkan PLTU dinilai dapat menciptakan risiko besar terhadap investasi. Dunia global kini bergerak menuju energi bersih. Perusahaan, investor, dan lembaga keuangan mulai membatasi pendanaan terhadap proyek berbasis fosil. Jika Indonesia terlalu lama mempertahankan PLTU, hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian ekonomi dan menurunkan daya tarik investasi.
PLTU juga merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca di sektor energi. Ketergantungan terhadap pembangkit ini dalam jangka panjang akan memperlambat pencapaian target NZE. Karena itu, IESR menilai bahwa pemensiunan PLTU harus menjadi agenda prioritas pemerintah.
Risiko Ekonomi Jika Indonesia Tidak Bergerak Cepat
Transisi energi global saat ini tengah berlangsung dengan sangat cepat. Negara-negara di Eropa, Asia Timur, dan Amerika telah memperketat standar emisi dan mempercepat penutupan pembangkit berbasis batu bara. Indonesia berisiko tertinggal apabila tetap mempertahankan model energi lama.
Jika pemerintah lambat bergerak, investor akan menganggap Indonesia tidak siap dengan perubahan pasar global. Proyek PLTU yang dipertahankan terlalu lama berpotensi menjadi aset terdampar (stranded assets) karena tidak lagi sesuai dengan standar internasional. Kondisi ini tidak hanya merugikan industri, tetapi juga dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, negara-negara tujuan ekspor Indonesia sudah mulai menerapkan ketentuan emisi karbon dalam perdagangan internasional. Industri yang masih mengandalkan energi fosil akan terkena biaya tambahan, sehingga produk Indonesia akan sulit bersaing di pasar global.
Indonesia Perlu Mempercepat Arah Kebijakan Energi Baru
Dengan melihat potensi energi panas bumi yang melimpah dan tren global yang bergerak menuju energi bersih, Indonesia memiliki peluang besar untuk mempercepat transisi energi. Pemerintah dapat menjadikan panas bumi sebagai tulang punggung sistem kelistrikan nasional di masa depan. Alih fungsi infrastruktur PLTU juga dapat menjadi strategi praktis untuk mengurangi biaya serta mempercepat proses pembangunan.
Untuk mencapai target NZE, Indonesia harus memiliki kebijakan yang tegas, konsisten, dan mendukung investasi energi bersih. Dengan pendekatan tersebut, pemerintah dapat menekan risiko ekonomi sekaligus meningkatkan daya tarik bagi investor yang fokus pada energi hijau.
Di tengah dinamika global, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk memperkuat posisi sebagai negara yang kaya sumber energi terbarukan. Potensi besar panas bumi menjadi modal utama untuk membangun sistem energi bersih yang lebih tangguh, efisien, dan berkelanjutan.

Cek Juga Artikel Dari Platform jalanjalan-indonesia.com
